Cara memotivasi bukan dengan Ancaman | Hindari mengancam ketika memberi motivasi |
Zaenal
Blog kali ini akan memaparkan mengenai cara memotifasi anak/peserta
didik/murid. Jadi teringat dulu ketika dulu masih duduk kuliah pasca
Sarjana teknologi pendidikan di Universitas Assyafiiyyah.
menambah investasi artikel mengenai kategori pendidikan dan
mengamalkan ilmu yang didapat, walaupun saat ini belum ada kesempatan
untuk mengajar lagi di sekolah, melalui wadah Blog ini smoga bisa
mewakili, amin.
Disadari atau tidak, terkadang orangtua dan guru sering
memberikan ancaman kepada peserta didik ketika memberikan motifasi. ini
merupakan suatu kesalahan yang sebaiknya tidak berlanjut.
Karena tugas pemimpin dalam perspektif manajemen adalah
berusaha memotivasi setiap individu yang dipimpinnya agar memiliki
motivasi yang kuat dalam melaksanakan setiap tugas dan pekerjaannya,
sehingga pada girilirannya dapat dihasilkan kinerja yang unggul dan
maksimal. Misalnya, untuk meningkatkan kinerja guru, kepala sekolah
atau pengawas sekolah dituntut untuk dapat membina dan meningkatkan
motivasi kerja guru. Demikian pula, untuk meningkatkan kinerja siswa
(prestasi belajar siswa), seorang guru dituntut untuk dapat membina
dan meningkatkan motivasi belajar siswanya.
Upaya memotivasi (motivating) individu dapat dilakukan
melalui berbagai cara. Menurut Huse dan Bowditch (1973), terdapat tiga
model memotivasi seseorang, yaitu: (1) model kekuatan dan ancaman; (2)
model ekonomik/mesin, dan (3) model pertumbuhan-sistem terbuka.
Yang akan kita bicarakan di sini adalah model yang pertama
yaitu pemotivasian model kekuatan dan ancaman (a force and coercion
model). Model ini merupakan model tertua dan sangat sederhana dalam
memahami atau memandang manusia. Model ini mempratikkan pemotivasian
dengan cara memaksa orang lain (baik melalui tindakan atau verbal) untuk
berperilaku tertentu dengan cara menggunakan ancaman, intimidasi atau
bentuk lain yang bersifat represif dengan menggunakan kekuatan (power),
yang dimilikinya.
Asumsi yang mendasari model pemotivasian model kekuatan dan
ancaman ini adalah bahwa seseorang akan bekerja (belajar atau
berperilaku) dengan baik apabila disudutkan pada sebuah situasi, di mana
ia hanya bisa memilih bekerja ataukah dihukum (Huse dan Bowditch,
1973).
Asumsi ini senada dengan asumsi yang mendasari teori X-nya
McGregor, bahwa pada dasarnya manusia itu malas, suka menghindari tugas
dan tanggung jawab, dan apabila tidak diintervensi dan diancam oleh
atasan, maka ia akan pasif. Oleh sebab itu agar seseorang mau bekerja ia
harus dipaksa (Carver dan Sergiovanni, 1969).
Pemotivasian Model Kekuatan dan Ancaman oleh beberapa
kalangan sering disebut sebagai strategi buntu, yaitu strategi yang
terpaksa digunakan ketika pemimpin sudah merasa kehabisan akal (atau
justru kehilangan kewarasannya?) untuk merubah perilaku orang-orang yang
dipimpinnya.
Sepintas, model pemotivasian yang menebarkan kecemasan ini
tampak sangat efektif untuk memotivasi seseorang. Melalui ancaman dan
intimidasi tertentu, orang akan menjadi patuh dan bekerja sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan (atau mungkin tepatnya sesuai dengan
keinginan).
Namun dibalik itu perlu diwaspadai, penggunaan pemotivasian
model kekuatan dan ancaman ini ternyata dapat menjadikan orang tidak
bahagia dan dapat merusak kepribadian seseorang. Dengan adanya ancaman
terus menerus, orang akan merasa tidak bisa mengembangkan potensinya,
mengalami ketumpulan berfikir, dan mengalami ketegangan jiwa (stress).
Dalam konteks sekolah, Les Parsons dalam bukunya yang
berjudul Bullied Teacher Bullied Student mengupas tentang perilaku
intimidasi di sekolah yang dilakukan siswa, guru dan kepala sekolah.
Dikatakannya, bahwa pelaku intimidasi secara sengaja bermaksud menyakiti
seseorang secara fisik, emosi atau sosial dan pelaku intimidasi sering
merasa perbuatannya itu dapat dibenarkan.
Dalam konteks bisnis, hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr
Nicolas Gillet, dari Universite François Rabelais di Prancis
menunjukkan bahwa manajer yang menggunakan ancaman sebagai cara untuk
memotivasi karyawan, cenderung memiliki dampak negatif pada
kesejahteraan karyawan.
Jika sudah seperti ini, maka hasil dari upaya pemotivasian
akan menjadi terbalik, seharusnya dapat meningkatkan kinerja atau
prestasi yang lebih baik malah yang terjadi adalah penderitaan dan
kerusakan kepribadian.
Oleh karena itu, untuk menjadi pemimpin yang sukses sedapat
mungkin kita perlu menghindari penggunaan pemotivasian model kekuatan
dan ancaman ini. Gunakanlah cara-cara pemotivasian lain yang lebih
manusiawi, yang dapat menjadikan orang-orang berbahagia, mampu
berinovasi dan dapat mengoptimalkan segenap potensi yang dimilikinya.
Bagaimana menurut sahabat Blogger sekalian.?!
Sumber : ahmadsudrajat.wp.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar